Nama Timotius Sokai Ndiken mungkin terasa asing bagi atlet-atlet atletik masa kini. Tapi, dua puluh tahun lalu,nama pria kelahiran Merauke, 21 Juli 1965 ini, berkibar baik di pentas atletik nasional maupun regional. Timotius adalah adalah Juara lempar lembing putra dan dasalomba di era 1980an hingga 90an. Ia bersaing dengan rekan sedaerahnya, Frans Mahuse. “Kalau Frans, nomor satu, saya nomor duanya, kadang sebaliknya,” ujar Timotius.
Timotius dan Frank Mahuse merupakan karib sekaligus kompetitor di lapangan. Timotius dan Frans juga sering berbagi medali di pentas internasional. Ikut di 6 ajang SEA GAMES sejak 1985 hingga tahun 1995, ayah empat anak ini mengoleksi dua medali emas lempar lembing dan dua medali emas nomor dasalomba serta beberapa medali perak dna perunggu. Rekor terjauh lemparannya mencapai 75,36 M atau berbeda beberapa cm dari rekor nasional yang dipegang Frank Mahuse yaitu 75,58 M.
Paska SEA Games 1995, Timotius memutuskan mundur dari Pemusatan latihan nasional (Pelatnas) PB PASI di Jakarta. Alasan cedera dan keluarga menjadi pertimbangan ayah empat anak ini, untuk meninggalkan dunia yang telah melambungkan namanya. Timotius kemudian memilih menjadi guru sekolah di Jayapura. Belakangan, Ia juga ditunjuk sebagai kepala bidang pemuda di dinas pemuda dan olahraga Merauke.
Kini, Timotius kembali ke habitat Iamanya. Ia diminta pemprov Papua Barat untuk melatih salah satu atlet mudanya, Lukas Mahuse menghadapi Pekan Olahraga Nasional Jawa Barat september 2016 nanti. Ia mengaku berusaha memberikan ilmu yang pernah didapatnya untuk memajukan atlet Papua Barat agar sukses di PON mendatang. "Saat ini, lemparannya (lempar lembing) sudah 66 Meter, tapi masih butuh kerja keras lagi," ujar Timotius (HF)